ASAL dan SEJARAHNYA ALKITAB
Bagian Pertama
ASAL ALKITAB
Tak ada buku dalam sejarah dunia yang begitu berpengaruh di peradaban seperti Alkitab. Alkitab adalah unik karena Tuhan adalah Pengarangnya, sedangkan buku-buku lain dikarang oleh manusia. Karenanya Alkitab disebut juga Buku dari segala Buku.Gereja Katolik meneruskan semua pengajarannya dari tradisi, doktrin yang berasal dari Kristus. Tradisi ini dipelihara dalam bentuk tertulis di Alkitab yang mengandung prinsip-prinsip kebenaran dari iman yang diajarkan kepada para Rasul oleh Kristus.
Orang yang terpanggil digerakkan oleh Roh Allah untuk mengakui hal-hal ini dalam bentuk tertulis pada gereja awal. Hanya dalam waktu yang singkat setelah Kebangkitan Kristus, mungkin sekitar dua puluh tahun, terasa adanya kebutuhan untuk tetap menjaga kebenaran ini dalam bentuk yang permanen. Sebelum buku di terima sebagai autentik, betapapun, hak dari Rasul dituntut pada komunitas Kristen awal. Injil Markus diterima karena ia adalah pendamping Santo Petrus. Demikian juga, walau Lukas adalah seorang pria yang tak pernah melihat Kristus, bukunya memperoleh penerimaan melalui wewenang St. Paulus.
Gereja melindungi dan menjaga buku-buku ini yang berisi penampakan Kristus kepada murid-muridnya dan pernyataan mereka tentang Dia.
Sumber lain bagi pengetahuan supernatural adalah Alkitab. Pada pernyataan di Konsili Trente, yang mengelompokkan buku-buku di Alkitab dalam judul-judulnya, Gereja menyatakan bahwa ia menerima “Semua buku di Perjanjian, Lama dan Baru, karena Allah yang Esa adalah Pencipta dari keduanya.” Konsili Vatikan lebih eksplisit menyatakan “Gereja memegang buku-buku ini sebagai hal yang sakral dan kanonikal, bukan karena telah dibuat oleh industri manusia, sehingga itu semua disetujui oleh yang berwenang, juga bukan karena buku itu berisi wahyu tanpa salah, tapi karena telah ditulis di bawah inspirasi dari Roh Kudus, di belakang penulis buku itu, Allah sebagai Penciptanya.”
Alkitab sangat sukar untuk dimengerti, bahkan oleh orang yang khusus mempelajari Alkitab. Alkitab ditulis dalam bahasa yang sudah lama mati, dan dalam kejadian dan peristiwa pada waktunya. Untuk menginterpretasikan Alkitab, tidak hanya dibutuhkan untuk mengerti bahasa di mana Alkitab ditulis, tetapi juga harus mengerti arti dari kata-kata yang digunakan dalam Alkitab pada saat kitab itu ditulis. Alkitab karenanya harus diinterpretasikan untuk dimengerti, dan untuk pengikut Katolik, Gereja, dengan bimbingan Roh Kudus, adalah penjaga resmi dan penterjemah dari Alkitab.
Alkitab berisi 72 buku, bervariasi dalam panjangnya dari beberapa
ratus kata ke beberapa ribu. Bersama-sama, buku-buku ini membentuk
daftar resmi atau Kanon dari Alkitab. Dari buku-buku ini, 45 di tulis
sebelum Kristus dan disebut buku Perjanjian Lama, 27 buku yang lain
ditulis setelah Kristus dan disebut buku-buku Perjanjian Baru.Arti dari
kata Perjanjian yang digunakan di sini sebagai pakto, suatu persetujuan,
perjanjian. Perjanjian Lama adalah pakto atau persekutuan yang pertama
dibuat Allah dengan para Bapa dan kemudian dengan bangsa Yahudi melalui
Musa, Penyelamat dijanjikan dan Hukum ditetapkan, dan keselamatan adalah
melalui Hukum.
Perjanjian baru adalah perjanjian atau persekutuan
yang dibuat Tuhan dengan umat manusia dimanapun mereka berada, melalui
perantara yaitu PutraNya, Yesus Kristus, semua manusia dapat
diselamatkan.
Pada waktu buku-buku di Perjanjian Baru di tulis, banyak
cerita-cerita khayal dan legenda yang tersebar luas yang dihubungkan
dengan Kristus dan waktu kehidupanNya. Sebagai hasilnya, pada abad awal
Gereja, ada beberapa kebingungan dan keragu-raguan buku mana yang betul
dan mana yang tidak.Sejauh yang diketahui, Konsili di Hippo pada tahun
393 yang pertama-tama menentukan buku mana yang diilhami Roh Kudus dan
akan dimasukkan dalam Kanon Alkitab, kanon yang identik dengan kanon di
Konsili Trente tahun 1546, yang secara resmi mengkanonisasi semua buku
tradisional dari Alkitab. Buku-buku ini terdiri dari Perjanjian Lama dan
Baru, dan merupakan masalah iman bagi umat Katolik untuk percaya bahwa
semua tulisan di buku itu berasal dari sumber yang sama (Allah).
Buku-buku
yang ditolak oleh Konsili Hippo sebagai tidak alkitabiah merupakan apa
yang sekarang disebut Apokrip. Buku-buku ini yang menceritakan kejadian
dan peristiwa dalam kehidupan Kristus tidak berhubungan dengan buku-buku
di Alkitab. Buku ini sering cukup berharga untuk dibaca, karena mereka
menawarkan banyak informasi historis yang tak di dapat di tempat lain.
Betapapun, beberapa dari cerita ini mempunyai sedikit tendensi
kesesatan.
Penggunaan kata Apokrip di Katolik harus dibedakan dengan yang digunakan secara tidak tepat oleh Agama Protestan. Agama Protestan menggunakan kata ini untuk menyatakan tujuh buku di Alkitab yang termasuk dalam Kanon Alkitab katolik, tapi tidak diterima atau ditemukan dalam Alkitab Protestan. Ketujuh buku ini adalah Tobit, Yudit, Kebijaksanaan, Sirakh, Baruk, 1 dan 2 Makabe, dan Ester dan Daniel.
Perbedaan pada Alkitab Katolik dan Protestan timbul karena: bangsa Yahudi yang hidup beberapa abad sebelum Kristus terbagi menjadi dua kelompok: Yahudi yang di Palestina dan berbahasa Ibrani, dan sejumlah besar Yahudi yang terpecah di seluruh kekaisaran Romawi dan berbahasa Yunani, sebagai konsekuensi dari penaklukan Alexander Agung dari Yunani.
Beberapa abad sebelum kedatangan Kristus, Yahudi di Palestina meneliti kembali dan menghapus beberapa buku dari koleksi yang ada karena tidak sesuai dengan Hukum Musa dan sebagai inspirasi yang meragukan.; Kaum Parisi menetapkan empat kriteria agar buku-buku suci mereka bisa dimasukkan dalam revisi kanon Yahudi: (1)Harus sesuai dengan Pentateh (Taurat atau Hukum), (2)Harus di tulis sebelum jaman Ezra, (3) harus ditulis dalam bahasa Ibrani; (4) Harus ditulis di Palestina.
Penerapan kriteria ini menghapus Yudit, yang mungkin di tulis di
Aramaic, Kebijaksanaan dan 2 Makabe yang ditulis di Yunani; Tobit dan
tulisan Daniel dan Ester yang ditulis di Aramaic dan mungkin di luar
Palestina; Barukh yang ditulis di luar Palestina dan Sirakh dan 1 Makabe
yang ditulis setelah jaman Ezra. Pada abad pertama setelah Kristus,
kanon revisi ini secara umum diterima oleh semua bangsa Yahudi.
Dari
sejak awalnya, Gereja Kristen mengenal Kanon Yahudi dari tradisi
Yunani-Roma, atau kanon Alexandria sebagai Alkitab yang benar. Bahkan
Yesus sendiri mengutip dari Kitab ini, dan tidak berubah sampai era
Reformasi dimana Kanon ini ditentang secara serius.
Ketujuh buku ini juga disebut sebagai buku deuterokanonikal,
sedangkan sisa dari buku-buku di Perjanjian lama disebut buku
protokanonikal. Buku protokanonikal berarti “buku dari kanon pertama,”
yaitu buku di Perjanjian Lama yang diterima oleh Kristen dan Yahudi.
Buku deuterokanonika, “buku dari kanon ke dua” adalah ketujuh buku itu
yang hanya ada di kanon Katolik.
Luther menolak buku deuterokanonika
Perjanjian Lama. Pada saat itu ia juga menghapus Ibrani, Yakobus, Yudas
dan Wahyu dari Perjanjian Baru, tetapi pengikut Protestan selanjutnya
memasukkannya kembali. Saat ini, buku Perjanjian Baru Katolik dan
Protestan adalah identik.
Buku-buku di Alkitab aslinya ditulis dalam tiga bahasa: Ibrani, Aramaic dan Yunani…..
Bersambung……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar